Jakarta—Potensi tanaman hias atau industri ornamental horticulture ternyata memiliki potensi pasar lebih luas, melebihi pasar kopi dan teh. Demam tanaman hias, baik di dalam maupun di luar negeri, pada saat pandemi Covid-19, seharusnya bisa menjadi momentum untuk merebut pasar ornamental horticulture.
Hal itu diungkapkan Ketua Komite Tetap Hortikultura Kadin Indonesia, Karen Tambayong. Nilai pasar global ornamentals horticulture mencapai 22,329 US$ dengan pasar terbesar Jepang sebanyak 26,33 persen menyusul kemudian Belanda dan Singapura, masing-masing 21,82 persen dan 14,46 persen. Di antara komoditas dari Indonesia, cangkokan anggrek tanpa akar menempati angka tertinggi. Agribisnis anggrek sudah sangat mapan.
“Indonesia sangat kaya dengan plasma nutfah, jangan sampai kita menjadi seperti tikus yang mati di lumbung padi,” katanya.
Selain belum memanfaatkan potensi ekspor ornamental horticulture, Karen juga menyoroti pencurian tanaman, terutama yang dilakukan para hunters. Bahkan, Karen menyebut, banyak orang asing yang langsung masuk hutan dan memasarkan hasil perolehannya itu di sosial media. Kalau praktek seperti itu tidak segera ditertibkan, lama-lama kekayaan alam Indonesia akan habis.
Karen menyebut, dirinya banyak membina para hunters untuk berbakti pada negara dengan cara tidak langsung menjual ke luar negeri tetapi mendaftarkan dulu supaya tidak hilang begitu saja. Bila perlu, tanaman dibudidayakan dulu sebelum dibawa ke luar negeri. (kristin samah)