Kader Posyandu “Anak” Siapa?

Oleh: Kristin Samah

JAKARTA (31/5/2023)—Kalau ada yang membuat saya dalam hati menggugat, itu adalah Posyandu. Yah… benar, pos pelayanan terpadu, pelayanan untuk ibu dan anak. Kegiatannya antara lain menimbang berat, mengukur tinggi, memberi makanan tambahan, vitamin, termasuk penyuluhan pada ibu dan anak.

Apa masalahnya sampai urusan menimbang bayi pun perlu “gugatan”? Masalahnya, orang-orang yang bekerja melayani di Posyandu itu tidak digaji. Kalau pun ada honor, nilainya tak seberapa. Sebulan terakhir ketika “berkenalan dekat” dengan Posyandu, saya baru paham.

Ada kader yang sama sekali tidak mendapat honor. Mereka yang saya temui belum lama ini menyebut uang transport pun tidak ada. Di sebuah kabupaten, mereka memperjuangkan kenaikan uang transport yang hanya Rp 10.000,- per hari Posyandu. Di kabupaten lain yang lebih beruntung—sayang saya belum sempat bertemu langsung—ada yang mendapat insentif per bulan, nilainya cukup lumayan.

Mungkin ada yang bertanya-tanya, ngapain tiba-tiba membahas honor, uang transport, bahkan insentif. Oke… begini ya gaes… Orang-orang yang mendedikasikan dirinya untuk melayani di Posyandu itu disebut kader. Tapi plis… mari kita sedikit berjerih payah membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Kader adalah perwira atau bintara dalam ketentaraan; orang yang diharapkan akan memegang peran yang penting dalam pemerintahan, partai, dan sebagainya.

Nah, yang namanya “kader Posyandu” itu jauh banget dari pemaknaan yang diberikan KBBI. Enggak ada jenjang karir seperti halnya di ketentaraan. Setelah kader Posyandu, berikutnya menjadi kapten, kolonel, hingga jadi jenderal. Enggak sama sekali! Gak juga terbuka lebar peluang bagi kader Posyandu menjadi walikota, bupati, gubernur, sampai presiden. Jauhlah… dari gemerlap jenjang karir seperti itu.

Yang ada adalah penambahan pekerjaan. Kader Posyandu merangkap Bina Keluarga Balita, Pendidikan Usia Dini, Bina Lansia, tambah lagi sebagai Jumantik alias juru pemantau jentik, dan sebagainya. Masih ada “dan sebagainya” karena variasi di lapangan sangat luas. Ada juga Posyandu untuk melayani orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).

Peran Strategis

Beda banget dengan penghargaan yang diberikan, mari kita tengok perannya. Kementerian Kesehatan menyebut, Posyandu adalah garda terdepan untuk memastikan setiap warga bisa tetap sehat dan memiliki kehidupan yang berkualitas. Fungsi dan peran Posyandu di bidang kesehatan pun kini diperluas tidak lagi sekadar melayani kesehatan ibu dan anak, melainkan juga seluruh siklus kehidupan manusia, mulai dari bayi hingga warga lanjut usia. Pernyataan itu saya kutip dari Harian Kompas (27 Mei 2023).

Jangan dulu menunjuk Kementerian Kesehatan sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk memberikan honor. Perjalanan merunut Posyandu masih cukup panjang. Ternyata, organisasi Posyandu berada di bawah Kementerian Dalam Negeri dan saat ini sedang direvitalisasi tata kelembagaannya sehingga Posyandu menjadi lembaga kemasyarakatan.

Kalau Posyandu diidentikkan dengan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK), itu karena kader Posyandu pada umumnya adalah kader PKK. Ketua Umum TP PKK adalah istri Menteri Dalam Negeri, kemudian di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota melekat pada istri pejabat dimaksud.

Sampai di sini mari kita bertanya, siapakah “orang tua” kader Posyandu? Menteri Kesehatan? Menteri Dalam Negeri? Atau jangan-jangan sebenarnya mereka menjadi tanggung jawab Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi?

Kabarnya, Posyandu akan ditransformasi menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan primer. Cukup masuk akal bila melihat jumlah Posyandu yang mencapai 300.000 di 38 Provinsi. Bandingkan dengan jumlah Puskesmas yang hanya 10.000 saja. Infrastruktur yang menggiurkan. Apalagi image di masyarakat selama ini, kader Posyandu sangat militan dalam melayani masyarakat.

Maka sambil menunggu “pengakuan” status kader Posyandu, supaya kesejahteraannya dijamin pemerintah, ada baiknya kita menengok ke kiri dan ke kanan. Mari kita memberi perhatian pada kader-kader yang sudah lebih dulu memberi perhatian pada kesehatan ibu dan anak, masa depan bangsa Indonesia.

Barangkali ada di antara kita yang tidak membawa anak-anaknya ke Posyandu, tapi sebagian besar masyarakat memandang Posyandu sebagai rujukan utama kesehatan ibu dan anak. Paling tidak itu hasil study Ray Basrowi dari Health Collaborative Center (HCC). Ia menyebut, sembilan dari 10 ibu, percaya pada penyuluhan yang diberikan kader Posyandu. (***)