Oleh: Ulfah Mawardi

Sejak pandemi Covid-19 dinyatakan masuk ke Indonesia, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) telah mengantisipasi pengaruhnya pada perempuan dan anak. Anak-anak usia sekolah menjadi pihak yang pertama kali merasakan dampak tersebut. Bersamaan dengan itu, perempuan, khususnya kaum ibu, harus menjalankan fungsi ganda baik sebagai orangtua sekaligus guru mendampingi anak-anak mengerjakan tugas sekolah.

Menteri PPPA, Bintang Puspayoga telah mengalokasikan anggaran Kementerian PPPA untuk penanganan Pandemi Covid-19, di antaranya melalui Program Gerakan Bersama Jaga Keluarga (Berjarak). Dalam gerakan ini, anak-anak dijadikan pelopor dan pelapor. Menjadi pelopor karena pada umumnya orangtua atau orang dewasa justru menurut pada “nasihat” yang diberikan anak-anak, seperti ajakan untuk menjaga jarak, menghindari keramaian, dan tetap di rumah saja. Anak-anak juga bisa menjadi garda terdepan dalam mengedukasi keluarga, lingkungan, dan teman sebaya.

Sementara sebagai pelapor, peran anak sangat efektif dalam menyampaikan bila ada anggota masyarakat yang tidak menaati protokol yang ditetapkan pemerintah selama pandemi Covid-19.

Dasar pemikiran dikeluarkannya program Berjarak sejalan dengan apa yang disampaikan Kak Seto (Seto Mulyadi) dalam opininya di Harian Suara Pembaruan, Rabu (22/4), yang menulis “Kekerasan Menyasar Anak di Tengah Covid-19”. Dalam tulisannya, Kak Seto menyampaikan perlunya kesiapan pengasuhan orangtua di rumah, demikian juga bahaya media dalam jaringan (daring), serta rokok sebagai akibat banyaknya waktu yang dimiliki anak dan orangtua selama berada di rumah.

Menjadi Subjek
Dalam menjalankan Program Berjarak, Kementerian PPPA menggandeng Forum Anak Indonesia dan Dinas PPA provinsi, kabupaten/kota dan berbagai stakeholder. Prinsip dasar menjadikan anak-anak sebagai subjek didasari data Susenas 2018, yang menyebut terdapat 9 juta anak tinggal di rumah tangga dengan kepala keluarga lansia, 7,6 juta anak tinggal di rumah tangga dengan kepala keluarga perempuan, dan 122.000 anak yang tinggal di rumah tangga dengan kepala keluarga berusia di bawah 18 tahun. Lansia dan perempuan atau anak sebagai kepala rumah tangga tunggal, sangat rentan terdampak Covid-19.

Program Berjarak diimplementasikan dalam sepuluh aksi nyata, yaitu tetap di rumah; hak perempuan dan anak terpenuhi; alat perlindungan diri tersedia; jaga diri, keluarga dan lingkungan; membuat tanda peringatan; menjaga jarak fisik; mengawasi keluar masuk orang dan barang; menyebarkan informasi yang benar; aktivasi media komunikasi online; serta aktivasi rumah rujukan. Kesepuluh agenda aksi tersebut bermuara pada tiga upaya, yakni pencegahan, perlindungan, dan penanganan, khususnya pada anak.

Pencegahan dilakukan melalui media Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) sebagai sarana sosialisasi, informasi, dan komunikasi untuk menyadarkan masyarakat, khususnya perempuan dan anak. Termasuk di dalamnya media yang aman dan positif bagi anak.

Kementerian PPPA berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta kementerian/lembaga terkait, meminta untuk tidak membebani anak (pelajar) terkait tugas-tugas yang tidak sesuai dengan kemampuan mereka. Banyak keluhan dari masyarakat tentang beban tugas dari guru yang wajib dikerjakan di rumah sebagai pengganti belajar di sekolah. Banyaknya tugas melalui internet meningkatkan beban biaya sehingga tingkat stress anak dan orangtua meningkat. Hal ini berbahaya karena stress dapat menurunkan imunitas sehingga berdampak buruk bagi kesehatan keluarga.

Upaya perlindungan dilakukan dengan melindungi anak dari lingkungan yang tidak sehat, baik karena bahaya asap rokok maupun dalam rangka menjaga jarak aman dari ancaman penyebaran Covid-19. Berdasarkan data Kemenkes, prevalensi perokok di Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia dan diprediksi lebih dari 97 juta penduduk Indonesia terpapar asap rokok (Riskesdas, 2013).

Kecenderungan peningkatan prevalensi merokok terlihat lebih besar pada kelompok anak-anak dan remaja. Riskesdas 2018 menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi merokok penduduk usia kurang dari 18 tahun dari 7,2% menjadi 9,1%. Jika penularan Covid 19 ini berpotensi besar pada perokok, maka memang benar hal yang harus diperhatikan adalah anak dan perempuan.

Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), di sisi lain dapat memicu pemutusan hubungan kerja, hilangnya mata pencaharian kepala keluarga, memunculkan stresssehingga konsumsi rokok meningkat. Dalam kondisi ini, anak-anak bisa menjadi perokok pasif dalam rumah maupun menjadi perokok aktif karena tertular stress yang dirasakan orang dewasa di sekitarnya.

Program Berjarak telah menyiapkan rumah aman untuk melindungi anak dari segala bentuk kekerasan fisik maupun psikis, khususnya di masa pandemi ini. Sebagai contoh, Dinas PPA Sulawesi Selatan mengimplementasikan rumah aman, bekerja sama dengan dinas terkait. Anak-anak berkebutuhan khusus yang ada di Sekolah Luar Biasa, dipindahkan ke gedung Diklat milik pemerintah. Demikian juga anak-anak yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) atau yang terdata sebagai ODP/PDP, disediakan rumah aman.

Sementara itu, program-program dalam upaya penanganan didasarkan pada data yang masuk dari 21 provinsi dalam laporan program Berjarak. Sampai 21 April 2020, terdata 26 anak terindikasi positif Covid-19, sebanyak 991 anak berstatus PDP, dan 6.744 anak menjadi ODP. Dari data tersebut Kementerian PPPA secara intensif turut menangani kasus tiga anak bersaudara di Gunung Sahari, Jakarta. Ayah dari anak tersebut meninggal karena Covid-19, ibunya menjalani isolasi di Wisma Atlet. Maka ketiga anak yang masih di bawah 18 tahun menjadi tanggung jawab pemerintah di bawah koordinasi Kementerian PPPA dan Dinas PPA DKI Jakarta.

Kementerian PPPA juga memberikan bantuan langsung pada anak yang terdampak Covid-19. Bantuan itu berupa bantuan sembilan bahan pokok (sembako) maupun bantuan spesifik seperti susu bagi ibu hamil dan balita, pampers, dan vitamin. Kementerian PPPA juga memastikan pengasuhan alternatif pada anak terdampak bekerja sama dengan Dinas PPA provinsi, serta kabupaten/kota.

Menteri PPPA juga meminta adanya protokol percepatan dan strategi penanganan perempuan dan anak pada Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Semua langkah pencegahan, perlindungan, dan penanganan untuk keselamatan anak telah dan akan terus dilakukan oleh Kementerian PPA sebagai bentuk keberpihakan nyata kepada generasi masa depan bangsa.

*) Penulis adalah Staf Khusus Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bidang Anak

Sumber: https://www.beritasatu.com/opini/6731/menghadapi-covid19-anak-menjadi-pelopor-dan-pelapor#