JAKARTA—Demam bertanam, memunculkan kecemasan baru, yaitu maraknya pencurian tanaman. Para pemburu tanaman langka, masuk ke dalam hutan untuk diperjualbelikan, baik secara langsung, maupun online.

Keprihatinan itu disampaikan pengurus Yayasan Kebun Raya Indonesia (YKRI) Karen Tambayong, yang memantau pergerakan perdagangan tanaman langka secara online.

Dalam percakapan, Rabu (3/3-2021) Para hunters masuk ke hutan-hutan baik di Aceh, Kalimantan, maupun Papua. Mereka tidak memahami bahwa apa yang dilakukan itu mengancam kekayaan sumberdaya genetik asli  Indonesia.

Anggrek endemik Gunung Merapi (foto: maria karsia)

Bahkan, kata Karen, para hunters dengan bangga menceritakan keberhasilannya masuk ke dalam hutan dan menemukan tanaman-tanaman langka. Sejumlah hunters yang dihubungi Karen, tidak lagi menjual langsung tanaman langka hasil temuannya dari dalam hutan tetapi membudidayakannya dulu.

Tidak mungkin melarang para hunters berburu tanaman ke dalam hutan, yang bisa dilakukan adalah mengedukasi agar melakukan budidaya. Jangan sampai tanaman-tanaman tersebut punah, bahkan diklaim sebagai kekayaan genetik negara lain.

Soal klaim negara lain, terdapat perusahaan kosmetik yang ditolak patennya karena tidak mencantumkan ekstrak tumbuhan yang berasal dari sumberdaya genetik Indonesia.  Kalau tidak ada langkah nyata dari pemerintah, didukung kesadaran masyarakat untuk menjaga kekayaan sumberdaya genetik Indonesia, bisa dipastikan, lambat laun banyak sumberdaya genetik yang diklaim negara lain.

”Jangan sampai kita seperti tikus yang kelaparan di lumbung padi,” ujar Karen Tambayong. (kristin samah)