Oleh: Kristin Samah
Quit… don’t quit… Noodles… don’t noodles…
You are too concerned with what was…
and what will be… there’s a saying…
Yesterday is history, tommorow is a mystery, but today is a gift.
That’s why it is called the present…
Ucapan Selamat Tahun Baru 2022 dari penggalan nasihat Master Oogway itu dikirim Edgar Ekaputra, mantan Direktur Utama P.T. Danareksa (Persero).
“The wise Oogway,” tulis Edgar selanjutnya, ketika aku menyebut, pepatah dari Master Oogway itu mengingatkan pada Emmy Yuhassarie Ruru (alm). Edgar adalah satu di antara 60 narasumber yang diwawancarai untuk penulisan buku “Sak Karepmu” Catatan tentang Idealisme, Pemikiran, dan Karya berdasarkan Penuturan Para Sahabat.
Bukan hanya peribahasanya yang pas, dalam buku “Sak Karepmu”, Edgar bisa dikatakan satu di antara “Po” yang menjadi anak didik Emmy, The wise Oogway. Ada banyak nama lainnya yang juga menjadi murid Emmy, baik dalam arti sesungguhnya, di ruang kuliah, maupun di perguruan kehidupan.
Emmy sendiri enggan menyebut dirinya Oogway karena baginya, ada yang lebih pantas, yaitu Soetandyo Wignjosoebroto, dosennya di Universitas Airlannga.
Mencari Emmy di mesin pencarian, atau bahkan di arsip media, bisa jadi berhenti pada hitungan jari. Namun ketika dari mulut ke mulut, satu nama akan menyebut nama lainnya untuk bisa memberi kesaksian bagaimana istri Bacelius Ruru itu berperan baik sebagai guru, peneliti, atau pun staf khusus menteri.
Jadilah buku yang penulisannya efektif dikerjakan selama tiga bulan sejak Juli 2021 itu menjadi catatan indah, bukan hanya untuk keluarganya tetapi juga untuk orang-orang yang pernah bersentuhan dengannya.
Kungfu Panda bukan satu-satunya film yang menjadi mata air pencarian kebijakan. Ada trio Kwik, Kwek, dan Kwak, tiga keponakan Donald Bebek yang dijadikannya personifikasi dirinya dan tiga staf khusus Menteri Sofyan Djalil. Bekerja dengan riang gembira tetapi masalah dapat terselesaikan.
Buku Sak Karepmu sangat direkomendasikan untuk dibaca. Di tengah hiruk pikuk publisitas, bahkan sebelum pekerjaan dimulai, Emmy memilih bekerja dalam senyap. Dan layaknya sutradara sebuah panggung pertunjukan, ia tahu kepada siapa sebuah peran akan ciamik dimainkan.
Satu yang pantas menjadi refleksi memasuki tahun baru, adalah nasihat Emmy pada “tuyul-tuyul” yang bekerja bersamanya baik di Pusat Pengkajian Hukum (PPH) maupun di konsultan hukum Emmy Yuhassarie Ruru dan Rekan. “Jangan jadi reptil”. Mungkin terdengar vulgar, tapi sesungguhnya bernilai sangat dalam.
Reptil adalah sebutan Emmy untuk orang-orang yang rakus, serakah, korup, menghalalkan segala cara demi uang. Sebutan reptil bagi Emmy bukan sekadar cibiran, atau peringatan disertai guyon. Istilah itu ditujukannya pula pada orang-orang yang menurut pandangannya, hanya menggunakan basic reptilian brain. Rakus, aji mumpung, tak peduli hukum dan etika. Orang yang suka cari aman untuk kepentingan diri sendiri, termasuk pula jenis reptil. Mau jadi reptil? Aku sih ogah… (***)