JAKARTA (7/01/2022)—Di depan 24 pengacara yang tergabung dalam Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), anggota DPR-RI Ribka Tjiptaning mengaku punya “suami gelap”. Peristiwa itu terjadi 26 tahun lalu ketika anak kelimanya, baru berusia 32 hari.
Ribka harus berada di tahanan Polda Metro Jaya sebagai buntut peristiwa penyerangan kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro 58, Jakarta Pusat, pada 27 Juli 1996. Saat itu, Ribka kesakitan karena masih harus menyusui anaknya, sementara permintaan pompa air susu ibu (ASI), tidak dikabulkan polisi.
“Bu Mega selalu memperhatikan sampai pada hal-hal yang sangat kecil,” ujar Ribka. Megawati meminta dua kadernya Pantas Nainggolan dan Yodben Silitonga, mengaku sebagai suami dan menjamin bahwa Ribka siap hadir bila sewaktu-waktu dimintai keterangan.
“Sebenarnya saya kasihan pada Pantas dan Yodben karena ketika itu keduanya masih bujangan. Mereka membantu membawa bantal, selimut, dan berbagai perlengkapan bayi lainnya,” ujar Ribka yang disambut gelak para pengacara dalam silaturahmi DPP PDI Perjuangan dengan TPDI di Gedung DPP PDI Perjuangan, Jalan Diponegoro 58, Jakarta Pusat.
“Sekarang bisa dianggap lucu sehingga bercerita sambil tertawa. Tapi mengenang peristiwa 26 tahun lalu itu, tetap saja berkaca-kaca. Apalagi selama pertemuan saya duduk di samping Mbak Tumbu,” ujar Ribka. Mbak Tumbu yang dimaksud adalah Tumbu Saraswati, salah satu pengacara TPDI yang aktif menemani Megawati Soekarnoputri.
Ribka sendiri, setiap kali bertemu dengan Yodben Silitonga dan Pantas Nainggolan, selalu menyebut keduanya sebagai “suami gelap”, lebih sebagai bentuk ucapan terima kasih.
“Anakmu sebentar lagi pulang dari Korea karena sudah lulus sekolah,” ujar Ribka pada Yodben. Pantas Nainggolan, malam itu, berhalangan hadir.
Silaturahmi DPP PDI Perjuangan dengan TPDI dihadiri 24 pengacara. Sementara dari DPP PDI Perjuangan hadir Sekjen Hasto Kristiyanto, Trimedya Panjaitan, Ahmad Basarah, Andreas Pareira, Mindo Sianipar, Ribka Tjiptaning, Djarot Saiful Hidayat, Deddy Sitorus, juga Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Sejumlah pengacara mengaku kaget mendapat undangan silaturahmi tersebut karena selama ini mereka merasa sudah “dilupakan”. Putri RO Tambunan, Erlina R. Tambunan yang diberi kesempatan berbicara dalam forum itu mengatakan, ketika itu ayahnya memberikan waktu yang dimiliki untuk berjuang menegakkan keadilan dan kebenaran bersama TPDI. Meskipun dapat dikatakan terlambat, Erlina mengapresiasi pertemuan itu.
Hal senada disampaikan Petrus Selestinus dan Didi Supriyanto. Petrus mengakui, saat ini ada kebutuhan untuk berjuang bersama, sekalipun di antara mereka berada di partai politik yang berbeda. Ia menyebut perjuangan melawan radikalisme merupakan salah satu yang harus dilakukan bersama. (Kristin Samah)