JAKARTA (14/4/21)—Look ma, I’m on a book!!! Status itu ditulis Rege Jean-Page di instagram, ketika ilustrasi dirinya dijadikan cover buku Duke and I, Julia Quinn. Ia menyebut ibunya, bukan ayah, kekasih, atau siapa pun yang mungkin mempengaruhi pencapaian yang diraih.
“She is very proud Mama, I am certain of that. She made a great job raising a wonderful man like you. I wish every mother to fill as so.” Komentar jasminka_milenkoska di laman IG yang sama.
Begitulah seorang ibu. Apakah Rege Jean-Page benar-benar menyayangi ibunya? Kita tidak perlu mempertanyakan. Ia sesungguhnya hanya menambah bukti, seperti halnya yang sudah diketahui umum, seorang ibu adalah permata berharga bagi anak-anaknya.
Tidak selalu seorang ibu melakukan segala hal dengan sempurna. Sama dengan ayah, ibu juga manusia biasa. Banyak juga kisah ibu yang meninggalkan anak-anak demi apa yang dikejar. Apakah itu karir, laki-laki lain, atau kehidupan yang dianggap lebih baik.
Dalam peer group untuk meningkatkan imunitas psikis, selain imunitas phisik yang sangat diperlukan di era pandemi, bagi seorang perempuan, kebanggaan menjadi ibu adalah segala-galanya. Menjadi kekuatan ketika suami tidak sesuai impian.
Memutuskan untuk menjadi ibu bukan hal yang gampang. Kisah perempuan yang diperankan Charlize Theron dalam film North Country, 2005, sangat mengesankan. Ia harus bekerja di pertambangan, di antara mayoritas pria, dibully, diperkosa, kemudian hamil.
Ia punya pilihan untuk menggugurkan bayi dalam kandungannya demi banyak hal yang menjanjikan, termasuk tetap bisa bekerja mencari nafkah. Namun ia memutuskan memelihara janin dalam kandungannya.
“Saya merasakan ia bergerak, tumbuh, menjadi bagian dalam diri saya,” katanya ketika akhirnya bayi dalam kandungannya tetap hidup. Sama seperti kasus perkosaan pada umumnya, laki-laki yang menghamilinya pastilah bukan orang baik. Namun keputusannya menjadi ibu, bukan ditentukan oleh orang lain. Ia, makhluk dalam kandungannya, dan tentu saja Tuhan.
Maka keputusan itu menjadi luar biasa. Seperti sebuah pertemuan di sebuah kebun bunga hias di kawasan Cibodas. Perempuan di tengah taman bunga itu cantik, pandai, banyak teman, almarhum suaminya pejabat tinggi sebuah kementerian.
“Menjadi ibu itu anugerah, harus disyukuri. Soal suami, kalau dia baik, itulah bonus,” ucapnya. Buyar sudah bayangan tentang perempuan sempurna karena kecantikan, kepandaian, dan status sosial. Ia menceritakan, di tempo yang tak pernah dia mengerti, suaminya memutuskan menikah lagi dengan perempuan yang jauh lebih muda.
Bukan hanya itu, sepeninggal suaminya, ia harus menutup seluruh rekening yang sudah minus. Padahal dalam history transaksi, nilainya tak pernah ia bayangkan untuk dimiliki, apalagi diketahui. Ia tetap memulasara suaminya dengan baik. Kemudian mengingat hanya kebaikan, demi dua anaknya.
Bersyukurlah bisa menjadi seorang ibu, selebihnya? Anggap saja sebagai bonus! (***)