Yogyakarta—Berpotensi menjadi tanaman hias, hoya carnosa mulai banyak diburu. Warna dan bentuk bunganya unik. Ada yang wangi, ada yang mekar hanya enam jam, ada pula yang kuntumnya mungil.
Pecinta dan kolektor hoya, Hervia Latuconsina menuturkan, hoya merupakan tanaman asli Indonesia yang dicintai di Eropa. Bukan hanya bunganya yang cantik, daunnya pun menarik, sekaligus kaya manfaat.
Pada mulanya, tahun 1983, ketika menemani suaminya melanjutkan pendidikan di Belanda, Hervia melanjutkan kegemarannya merangkai bunga. Saat itulah ia berkenalan dengan tanaman yang ternyata banyak ditemukan di Indonesia.
Sayangnya, tanaman ini belum banyak dikenal masyarakat, bahkan seringkali dianggap sebagai semak belaka. Hervia menceritakan, hoya terbesar ada di Pulau Seram, tapi masyarakat di sana justru tidak mengetahui.
Prihatin dengan trend penjualan hoya ke luar negeri, kemudian diklaim sebagai tumbuhan asli negara itu, Hervia menginisiasi Perkumpulan Pelestari Tanaman Hoya Indonesia. Di Dusun Padukan, Pakembinangun, ia mengoleksi lebih dari 100 macam jenis, baik yang ia peroleh sendiri ketika menemani suaminya bertugas di daerah, maupun melalui barter.
Uniknya hoya, jangan pernah memotong tangkai bunganya, karena di pedangkel, tangkai yang mengeluarkan bunga itu, akan muncul bunga berikutnya.
Hervia yang berdarah Maluku, dan Budi A. Adiputro, arek Malang, memutuskan tinggal di Pakem setelah peristiwa gempa Yogyakarta. Ketika itu, Budi yang aparatur sipil negara di Kementerian Pekerjaan Umum diminta menjadi Sekretaris Utama Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (Bakornas PB). Sejak itu, keduanya memutuskan akan menghabiskan masa pensiun di tanah yang semula merupakan kebun salak.
Rumah yang kemudian diberi nama Lavia, kependekan dari Latuconsina Hervia, tak pernah sepi. Di rumah itu selalu tersedia pisang goreng, tempe mendoan, apem, dan salad buah yang rasanya khas. Menu spesial itu selalu ada karena rumahnya tak pernah sepi dari pengunjung, baik untuk melihat koleksi hoya, belajar merangkai bunga, atau pun kegiatan lainnya. (kristin samah)