Beauty of Semarang

ISBN: Dalam Proses

Semarang adalah kota yang terus berbenah. Di bawah duet Walikota Agustina Wilujeng Pramestuti dan Wakil Walikota Iswar Aminuddin Pemerintah Kota Semarang menghidupkan kembali ‘Semarang Lama’. Pariwisata akan menjadi pengungkit ekonomi masyarakat yang sebelumnya lekat sebagai kota industri.

Ketika mengawali kepemimpinannya, Agustina mempelajari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dilihat dari strukturnya, 70% pendapatan asli daerah (PAD) diperoleh dari sektor industri. Namun ketika di-breakdown, penyumbang pendapatan industri tertinggi adalah fashion, industri pengolahan, baru industri kayu dan kemudian besi.

Melihat ‘genetik’ Kota Semarang yang tercermin dari pendapatan asli daerah, maka Pemerintah Kota Semarang membuat roadmap pariwisata sebagai tulang punggung pendapatan daerah. Destinasi wisata bukan hanya diperbanyak tetapi juga diperbaiki kualitas dan pelayanannya. Sarana dan prasarana disiapkan, temasuk tata kelolanya.

Semua hotel, café, dan restaurant harus menyediakan makanan tradisional yang menjadi ciri khas Semarang. Salah satu yang coba digalakkan adalah mengangkat roti ‘ganjel rel’ yang sebenarnya merupakan modifikasi dari cinnamon cake. Ganjel rel hanya salah satu jenis makanan yang sedang digali untuk dihidupkan kembali. Masih banyak alternatif lainnya untuk memperkaya menu oleh-oleh ciri khas Semarang seperti lumpia, mochi, bandeng presto, dan sebagainya.

Strategi ini lebih cepat mengangkat perekonomian masyarakat karena fashion dan kuliner banyak diproduksi industri rumahan. Sekalipun disebut industri rumahan, kapasitas produksinya bisa mencukupi permintaan pembeli.

Selain fashion dan kuliner, kerajinan juga berpotensi menjadi unggulan untuk meningkatkan pendapatan daerah. Sebut misalnya produk tas dan sepatu yang diproduksi para pengusaha lokal. Kualitasnya bagus, harganya bersaing, bisa menjadi alternatif bingkisan atau oleh-oleh khas Kota Semarang.

Langkah lain yang dilakukan untuk memutar ekonomi kerakyatan adalah menggerakkan perekonomian mulai di tingkat Rukun Tetangga (RT). Di setiap kegiatan yang diselenggarakan, masyarakat didorong untuk membelanjakan dananya dengan membeli barang dagangan yang dijual di warung terdekat. Bisa jadi harganya sedikit lebih mahal tetapi bisa menggerakkan perekonomian setempat.

Jurus sederhana itu akan melengkapi kebijakan besar yang sudah dirancang untuk menjadikan Kota Semarang sebagai destinasi wisata sejarah. Apalagi bila UNESCO menyetujui usulan Kota Semarang menjadi warisan budaya kolonial dunia.

Buku ini bercerita tentang langkah yang sudah dan akan dilakukan Kota Semarang untuk terus mempercantik diri. Bukan hanya sektor pariwisata yang menjadi perhatian tetapi juga peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan kesehatan, perbaikan sarana dan prasarana, termasuk di dalamnya penanganan banjir. Dan tidak kalah penting, permasalahan ketahanan pangan yang dirancang dengan urban farming dan penanaman padi biosalin.

Selamat Membaca!